Sejarah Perjuangan Rakyat Surakarta; Pembentukan Pemerintahan Daerah di Solo

Daftar Isi

Sejarah Pembentukan Pemerintahan Daerah di Solo

Setelah Jepang meninggalkan Solo, maka diusahakanlah pembentukan pemerintahan daerah, tetapi usaha itu selalu mengalami kegagalan karena adanya perebutan kekuasaan di Solo. Sejak pemerintahan beralih kekuasaan pada tanggal 30 September 1945 maka ditunjuklah tiga orang untuk melaksanakan pemerintahan sehari-hari, terdiri dari Soeparto, Soetopo dan Soemantri, dan saat itu dibentuk pula KNI Kabupaten Kota Surakarta yang diketuai K.H. Asnawi Adisiswojo dengan dibantu suatu dewan terdiri dari empat anggota. Di samping itu ada pemerintahan Swapraja Kasunanan dan Mangkunegaran.

Kantor Walikota Solo, foto via heikaku


Situasi pemerintahan di Surakarta waktu itu belum mantap. Pada tanggal 19 Oktober 1945 Pemerintah Pusat telah mengangkat R.P. Soeroso sebagai Komisaris Tinggi yang berkedudukan di Solo dengan kekuasaannya meliputi daerah-daerah Istimewa Surakarta.

Setelah diangkat R.P. Soeroso membubarkan Dewan Pemerintahan dan di samping itu bertugas menjadi koordinator pemerintahan Swapraja Kasunanan dan Mangkunegaran. Namun dengan tindakan R.P. Soeroso ini situasi belum stabil juga, sebab terjadi pemerintahan kembar di Solo. Untuk mengatasi keadaan tersebut akhirnya dibentuklah satu Direktorium yang terdiri dari sembilan orang dengan pembagian lima dari Dewan Pemerintah, dua Swapraja Kasunanan dan dua Swapraja Mangkunegaran.

Usaha pendirian Direktorium itu tetap tidak berhasil dan perselisihan selalu terjadi. Maka ditunjuklah oleh Pemerintah Pusat, Gubernur Surjo, untuk memerintah daerah Surakarta, dan direktorium dibubarkan. Namun sebelum Gubernur Surjo diangkat, dari pihak Swapraja telah mengangkat Sindurejo sebagai kepala daerah. Hal ini menimbulkan keruwetan. Apalagi setelah ada usaha dari Kolonel Sutarto, Komandan Divisi X, mengangkat Sudiro yang dibantu enam orang untuk menjadi "Pemerintah Tentara Rakyat" . Pada waktu itu kedudukan Swapraja semakin goyah, sebab tidak mendapat hati pada rakyat sehingga di sana-sini terdapat pertentangan dan perselisihan.

Melihat keadaan dan situasi tersebut akhirnya Pemerintah Pusat menyatakan keadaan bahaya bagi Pulau Jawa dan Madura (Juni 194'6). Dan secara tegas pada bulan Juni 1946 pemerintahan Swapraja dibekukan dan dilantiklah Mr. Iskak Tjokroadisurjo sebagai residen Solo  dan wakilnya Sudiro. Pengangkatan tersebut ternyata mendapat tentangan, dan rakyat mengangkat lima orang sebagai penguasa pemerintah (Roespanji,A. Hasan, Hartojo, Mutakalimun dan Siswosudarmo).

Namun akhirnya keadaan bisa diatasi dan pada tanggal 14 Nopember 1946 diangkatlah Syamsuridjal sebagai Walikota, dan Juli 1947 Sudiro diangkat menjadi Residen lagi. Sejak itu pemerintahan berturut-turut di Sala dipegang oleh walikota;
  1. Syamsuridjal (1946-1948),
  2. Sudjatmo (1948), 
  3. Suhardjopranoto (1948-1950)
  4. Subekti Pusponoto (1950- 1951 )
  5. Muhammad Saleh Werdi Sastro (1950- 1958)
  6. Utomo Ramelan (1958- 1965)
  7. Sumantha (1965-1968)
  8. Kusnendar (1968- 1973)

Bersambung ke:
Pembentukan TKR di Solo
Azhar Titan Bukan siapa-siapa

Posting Komentar