Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia Yang Terlupakan
Daftar Isi
Tan Malaka, Pahlawan Nasional yang mencetuskan pemikiran kemerdekaan
Indonesia ini dilahirkan pada tanggal 2 Juni 1897 di Nagari Pandam, Suliki,
Sumatra Barat. Tan Malaka atau yang dikenal sebagai Sutan Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka, seolah menjadi Bapak Republik
yang terlupakan
Sebuah kutipan dari Tan Malaka dan Pancasila:
" Akuilah dengan Hati Bersih bahwa kalian dapat belajar dari orang Barat.
Tapi jangan sekali-kali kalian meniru dari orang Barat. Kalian harus
menjadi murid-murid dari Timur yang Cerdas…”(Tan Malaka)
Ketika kita mencoba menelusuri nama Tan Malaka di buku-buku sejarah yang
ada di sekolah yang merunut pada sejarah buatan asing, maka akan sulit
sekali menemukan pembahasan terkait siapa gerangan nama ini. Kalaupun ada,
kita hanya akan menemukan sosok Tan Malaka dalam peran antagonis yang
tidak sejalan dengan Perjuangan bangsa
Hati yang dimiliki Tan Malaka terlalu teguh untuk berkompromi, sehingga
demi cita-cita utamanya memerdekakan Indonesia, Tan Malaka mejadi sosok
yang diburu oleh Polisi Rahasia Belanda, Inggris, Amerika, dan Jepang di
11 negara . Tan Malaka merupakan orang pertama yang menulis konsep
Republik Indonesia melalui bukunya, Naar de Republiek (1926).
Ada dua julukan yang diberikan kepada Tan Malaka, yaitu:"Bapak republik
Indonesia, oleh Mr.Muhammad Yamin, dan "Seorang Yang Mahir dalam Revolusi"
oleh Ir.Soekarno.
Hidup Tan malaka berakhir Tragis di ujung senapan tentara republik yang
pendiriannya berasal dari konsepnya di buku Massa Actie (1926). Tan Malaka
merupakan manusia menawan Indonesia yang meninggalkan warisan intelektual
tak ternilai.
Setelah pemberontakan PKI yang pertama kali di Madiun dapat ditumpas pada
akhir bulan November 1948, Tan Malaka kemudian menuju Kediri dan
mengumpulkan pemberontak PKI yang masih tersisa. Kemudian Tan Malaka
membentuk pasukan Gerilya Pembela Proklamasi. Pada bulan Februari 1949,
Tan Malaka ditangkap bersama beberapa orang pengikutnya di daerah Pethok,
Kediri, Jawa Timur dan mereka ditembak mati di sana.
Tidak ada yang tahu pasti dimana makam Tan Malaka, siapa yang menangkap
atau menembak mati dirinya dan pengikutnya. Tapi akhirnya pertanyaan besar
tersebut terjawab dari penuturan Harry A. Poeze, seorang Sejarawan Belanda
yang menyebutkan bahwa Tan Malaka ditangkap dan ditembak mati oleh pasukan
TNI dibawah pimpinan Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi
Brawijaya pada tanggal 21 Februari 1949.
Tan Malaka menghidupkan Akal Sehat manusia ketimuran dengan karya
fenomenalnya : Materialisme, Dialektika, dan Logika (Madilog). Dalam usia
muda dan pergolakan kolonial yang menindas pada saat itu, Tan Malaka
berhasil menjelajahi ilmu di dua benua dengan total perjalanan sepanjang
89.000 km atau dua kali jarak tempuh Ernesto Che Guevara di Amerika
Latin.
Para tokoh yang secara umum dikenal msyarakat sebagai The Founding Father
Indonesia, sesungguhnya banyak belajar dari karya-karya Tan Malaka. Hal
Ini terkait dengan timbulnya nilai-nilai filosofis kebangsaan yang dikemas
dalam nama Pancasila. Inilah hasil dari olahan pemikiran yang bersumber
dari karya-karya Tan Malaka.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara dalam berbagai
catatan sejarah bangsa Indonesia pada masa Orde Baru, terdistorsi dengan
paham komunis revolusioner yang digagas Tan Malaka. Hingga saat
inipun,Pemikiran Tan Malaka masih terus hidup.
Tan Malaka adalah sosok yang sangat antikapitalis. Namun, bangsa kita
yang berideologi Pancasila ini,
saat ini kian kapitalis, sehingga nilai Pancasila pun semakin
terkikis.
- Sila Ketuhanan, dirusak oleh semakin lunturnya toleransi kerukunan antar umat beragama.
- Sila Kemanusiaan, Hilangnya nilai nilai kemanusiaan dalam kehidupan sehari hari.
- Sila Persatuan, Terancam dengan berbagai Teror dan intoleransi antar umat beragama yang kian renggang.
- Sila Kerakyatan, Diinjak-injak oleh wakil-wakil rakyat / Penipu Demokrasi.
- Sila Keadilan, Terancam dengan korupsi yang membabi buta dan Kebijakan membunuh Hak Rakyat Kecil.
The Real Founding Father ini sekarang memang sudah tiada. Namun, dia
pernah berujar ”Dari dalam kubur, Suaraku akan jauh lebih keras daripada
di atas bumi ”.
Hal ini berarti menuntut kita sebagai generasi bangsa saat ini dan masa
depan untuk dapat terus mengembangkan pemikiran dan mengembalikan, serta
memenuhi cita-citanya dalam nilai-nilai Luhur Pancasila.
Sumber referensi :
Seputar Indonesia, 7 Juni 2012 Oleh : Ibnu Budiman
Wikipedia
Posting Komentar